BENGKALIS, Classnews.id – Aliansi Mahasiswa Politeknik Negeri Bengkalis (Polbeng) menggelar aksi damai didepan gedung utama kampus, untuk menolak kebijakan perkuliahan daring dan menuntut transparansi anggaran kampus. Aksi yang dimulai sejak pukul 08.30 WIB ini berlangsung tertib dan mendapatkan respons langsung dari pimpinan kampus dalam forum terbuka.Selasa (25/02/25).
Mahasiswa menyuarakan keberatan terhadap sistem perkuliahan daring yang diberlakukan sejak awal semester hingga Ujian Tengah Semester (UTS). Mereka menilai kebijakan ini tidak efektif, mengingat Polbeng merupakan kampus vokasi dengan dominasi praktik di perkuliahan.
Selain itu, mahasiswa merasa dirugikan karena tetap membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) penuh meskipun pembelajaran dilakukan secara daring. Masalah jaringan di daerah asal mahasiswa serta keterbatasan fasilitas juga menjadi keluhan utama.
Di sisi lain, ada mahasiswa yang setuju jika perkuliahan daring hanya diterapkan selama bulan Ramadan. Pertimbangan ini muncul untuk memudahkan mahasiswa dari luar Pulau Bengkalis agar tidak mengalami kesulitan dalam perjalanan bolak-balik dalam waktu singkat. Namun, tidak ada mahasiswa yang setuju dengan sistem daring hingga UTS.
Selain menyoroti kebijakan akademik, mahasiswa juga mempertanyakan transparansi anggaran kampus, khususnya terkait pemangkasan dana organisasi mahasiswa (Ormawa). Mereka meminta kejelasan mengenai alokasi anggaran serta pengembalian dana yang telah ditarik.
Menanggapi tuntutan ini, Direktur Polbeng Johny Custer, S.T., M.T., beserta jajaran pimpinan kampus menjelaskan bahwa keputusan perkuliahan daring diambil untuk efisiensi dan mempertimbangkan kondisi mahasiswa dari berbagai daerah.
Namun, setelah diskusi yang berlangsung kondusif, pihak kampus menyatakan kesediaannya untuk kembali menerapkan perkuliahan tatap muka jika itu merupakan keinginan mayoritas mahasiswa.
Terkait transparansi anggaran, pimpinan kampus mengakui adanya pemotongan anggaran sebesar 37% akibat defisit keuangan. Mereka mengklaim telah mendiskusikan hal ini dengan perwakilan Ormawa, meski diakui bahwa banyak mahasiswa yang tidak dapat mengikuti rapat secara daring.
Mahasiswa pun mengajukan beberapa pertanyaan kritis, seperti risiko yang akan dihadapi jika perkuliahan kembali dilakukan secara tatap muka, jaminan adanya video materi dari dosen bagi mahasiswa dengan kendala jaringan, kemungkinan subsidi kampus untuk mendukung perkuliahan daring, serta kebijakan toleransi bagi mahasiswa yang mengalami kesulitan akses internet.
Aksi ini berakhir dengan kesepakatan bahwa kampus akan meninjau kembali kebijakan yang ada dengan mempertimbangkan masukan dari mahasiswa. Pihak kampus juga menegaskan komitmennya untuk terus membuka ruang dialog guna memastikan kebijakan yang diambil tetap berpihak pada kepentingan bersama.