CLASSNEWS.ID – Pakar hukum pidana Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita memberikan penjelasan terkait kasus harta tak wajar dan transaksi mencurigakan pegawai Kemenkeu. Salah satunya yang menjadi sorotan adalah mantan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo.
Menurut dia, Rafael Alun bisa terjerat dengan TPPU berdasarkan sejumlah alat bukti. Hal tersebut juga diamini oleh Menko Polhukam Mahfud MD.
“Kasus Rafael jelas objek TPPU bukan Tipikor,” kata Romli dalam keterangannya, Rabu (13/3).
Romli menjelaskan, TPPU dan tindak pidana korupsi adalah dua hal berbeda. Dia menjelaskan perbedaan dari TPPU dan Tipikor tersebut berdasarkan kerugian negara.
“Bahwa tipikor bukan TPPU dan TPPU bukan tipikor. Kedunya tindak pidana berdiri sendiri dan berbeda. Tipikor pasal 2 dan pasal 3 harus ada kerugian dengan negara atau perekonomian negara. Sedangkan TPPU hanya fokus pada transaksi keuangan mencurigakan (sususpcious transaction),” papar Romli.
Menurut Romli, pembuktian tindak pidana asal tipikor tidak perlu dilakukan. Sebab, untuk TPPU cukup dengan pembuktian terbalik saja.
“Jika terdakwa tidak dapat membuktikan asal usul perolehan harta kekayaan yang sah hartanya dirampas untuk negara. Tipikor wajib sistem pembuktian negatif.
Romli menegaskan, dalam pasal 2 dan 3 UU Tipikor dan pasal 69 jo pasal 77 UU TPU sudah jelas soal pembuktian terbalik tersebut.
“Baca pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor dan pasal 69 jo pasal 77 dan pasal 78 UU TPPU. Status hak pembuktian terbalik dalam UU Tipikor dalam pemeriksaan status TSK, sedangkan dalam UU TPPU dalam pemeriksaan status terdakwa di persidangan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Mahfud MD menyebut penindakan perlu dilakukan terhadap mantan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo usai terindikasi melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Mahfud menegaskan TPPU harus ditindak lantaran ancaman pidananya lebih serius daripada korupsi.
“Ya bisa dong tindak pidana pencucian uang (TPPU), pidana serius lebih dari korupsi ya, ancamannya lebih daripada korupsi kalau memang pencucian uang Rafael itu harus ditindak,” kata Mahfud usai sidang kabinet paripurna di Istana Negara Jakarta.
Namun terkait penindakan TPPU tersebut, menurut Mahfud, merupakan ranah dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai Menko Polhukam, Mahfud mengaku hanya bisa melihat ada tidaknya potensi pidana dari pejabat berharta fantastis yang tidak sesuai dengan pendapatannya sebagai aparatur sipil negara.
“Itu kan urusan KPK ya. Kalau bidang saya akan saya langsung laksanakan tapi kan bukan bidang Kemenko Polhukam,” jelas dia.
Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan laporan transaksi mencurigakan dari Rafael Alun Trisambodo ke KPK dan Kemenkeu. Dalam laporan tersebut, PPATK menemukan mutasi dana Rp500 miliar dari transaksi periode 2019-2023.
Data mutasi ini ditarik dari dalam 40 rekening yang terkait dengan Rafael Alun Trisambodo.
“Transaksi yang nilainya antara Rp50 juta sampai Rp150 juta, kecil banget dibandingkan sekarang yang terbuka kepada publik,” ungkap Sri Mulyani.
Sri Mulyani menyebut ada 4 surat dari PPATK yang diterima Kementerian Keuangan terkait Rafael Alun. Dalam surat tersebut, nilai transaksinya pun lebih kecil dari yang diungkap PPATK.
“4 surat menyangkut saudara RAT, 4 surat dari PPATK,” kata dia.
Selain itu, surat tersebut diterima Kementerian Keuangan pada tahun 2019. Bukan tahun 2013, sebagaimana yang pernah diungkap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM, Mahfud MD.
“Kasus ini disampaikan oleh Pak Mahfud sejak 2013 informasinya ada. Tapi di kami, PPATK menyampaikan informasi baru 2019,” kata dia.
Sumber : www.merdeka.com