Jakarta – Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Irjen Ferdy Sambo, akan menjalani sidang tuntutan di Pnegadilan Negeri Jakarta Selatan pada hari ini, Selasa, 17 Januari 2023. Sambo diprediksi akan mendapatkan tuntutan tak jauh seperti yang diberikan kepada terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat lainnya, Kuat Ma’ruf dan Bripka Ricky Rizal Wibowo.
Prediksi itu disampaikan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santosa. Dia menilai hal tersebut berdasarkan tuntutan terhadap Kuat dan Ricky yang sudah berlangsung pada Senin kemarin, 16 Januari 2023.
“Karena terlihat dari konstruksi tuntutan jaksa kepada Kuat dan Ricky,” ujarnya Senin, 16 Januari 2023. “Kalau kecenderungan seperti ini, justru mengarahkan untuk menuntut Ferdy Sambo lebih ringan.”
Sugeng menyoroti tuntutan terhadap Ricky Rizal yang dinilai terlampau ringan, sama seperti Kuat Ma’ruf yang hanya 8 tahun penjara. Padahal, jaksa penuntut umum menilai dia terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam pembunuhan berencana Brigadir Yosua.
“Kalau Ricky, dia terlibat langsung membahas pembunuhan dengan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi,” kata dia.
Ricky mengakui sempat diperintahkan untuk menembak Yosua
Keterlibatan Ricky terlihat dari pengakuannya bahwa dia sempat diminta untuk menembak Brigadir Yosua oleh Ferdy Sambo. Ricky dalam sidang-sidang sebelumnya mengakui dia sempat dipanggil oleh Sambo ke lantai tiga rumah pribadi atasannya itu di Jalan Saguling 3, beberapa saat sebelum peristiwa eksekusi terhadap Yosua.
Dalam pertemuan itu, Ricky mengaku awalnya Sambo menanyakan soal peristiwa yang terjadi di Magaleng sehari sebelumnya. Dia pun menyatakan tak tahu. Sambo lantas menceritakan bahwa istrinya, Putri Candrawathi, mengaku telah diperkosa oleh Yosua.
Setelah itu, Sambo memerintahkan Ricky untuk menembak Yosua, namun perintah itu ditolak oleh Ricky.
Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, pun sependapat dengan Sugeng. Dia menilai tuntutan terhadap Ricky terlampau ringan. Dalam kasus pembunuhan berencana seperti ini, menurut dia, jaksa seharusnya mengajukan tuntutan seberat-beratnya.
Dia pun membandingkan kasus ini dengan pembunuhan dua orang remaja oleh Anggota TNI Angkatan Darat, Kolonel Priyatno, pada 8 Desember 2021. Dalam kasus Priyatno, jaksa mengajukan hukuman mati meskipun kemudian hakim menjatuhkan vonis seumur hidup. Dia pun mewanti-wanti jaksa agar tidak mengajukan tuntutan ringan kepada Ferdy Sambo.
“Kematian dua remaja tersebut tidak direncanakan Prihanto, tapi tuntutannya berat,” ucap Chudry. “Kalau Ferdy Sambo—yang lebih kejam—mendapat tuntutan ringan, publik tentu akan bertanya-tanya.”
Ferdy Sambo dianggap sebagai otak pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Dia disebut telah merencanakanan pembunuhan ajudannya tersebut di rumah dinas di Komplek Polri Duren Tiga.
Dia juga yang memerintahkan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk menembak Yosua serta memberikannya peluru untuk melakukan eksekusi tersebut.
Selain itu, Ferdy Sambo juga didakwa terlibat dalam upaya menghalang-halangi penegakan hukum (obstruction of justice). Sambo sempat membuat skenario palsu kematian ajudannya tersebut sehingga polisi sempat tak menetapkan satu pun tersangka dalam kasus ini. Dia juga memberikan perintah untuk menghapus rekaman kamera keamanan (CCTV) di sekitar rumah dinasnya kepada Hendra Kurniawan cs. ***
Sumber : www.tempo.co