Kajari Bengkalis, Kasus Kekerasan Terhadap Anak Diselesaikan Melalui RJ

BENGKALIS,Classnews.id – Kasus penganiayaan anak di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis pada Desember 2024 lalu, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkalis menyelesaikannya melalui pendekatan restorative justice (RJ).

Kepala Kejari Dr Sri Odit Megonondo melalui Resky Pradhana Romli Kepala seksi Intelijen mengatakan penyelesaian kasus yang melibatkan tersangka inisial SH alias MS tersebut merujuk pada Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

“Disamping itu juga tertuang dalam Surat Edaran Jampidum Nomor B4301/E/EJP/9/2020, dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak dan dampak sosialnya,” ungkapnya, Jumat (09/05/25).

Resky menyebutkan pada hari Kamis tanggal 05 Desember 2024 sekira pukul 13.00 Wib, pelaku dengan inisial SH Als MS pergi menuju ke Terminal Gate PT.
PHR Kel. Talang Mandi Kec. Mandau Kab. Bengkalis dengan maksud untuk menemui Anak Saksi.

“Setibanya tersangka ditempat tersebut, tersangka melihat Anak Saksi baru saja pulang sekolah dan langsung menghampiri anak Saksi. Lalu menampar pipi sebelah kanan anak Saksi sebanyak 1 kali dan mencakar wajah Anak Saksi secara berulang kali dan tersangka menarik jilbab serta mendorong badan anak Saksi sambil mengatakan ‘Berani Kau Ya Nampar Anak Aku’ ” kata Kasi Intelejen.

Pada saat tersangka SH masih mendorong badan Anak Saksi, tidak lama kemudian beberapa orang yang berada di terminal gate tersebut langsung melerai dari Anak Saksi dan Ia langsung pergi meninggalkan Anak Saksi ditempat tersebut.

Kasi Intelijen mengungkapkan dalam proses hukum yang terjadi itu terus dilakukan oleh penegak hukum hingga akhirnya berhasil diselesaikan melalui pendekatan RJ.

“Proses mediasi sebelumnya dilakukan oleh jaksa fasilitator, penyidik, korban, keluarga korban, tersangka, keluarga tersangka, dan tokoh masyarakat,” ujarnya.
Ia menjelaskan dalam pertemuan tersebut, seluruh pihak yang hadir menyepakati untuk menyelesaikan kasus tersebut secara kekeluargaan, begitu pula para pihak keluarga korban memaafkan perbuatan tersangka.

Adapun alasan pengajuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini didasarkan pada:
1. Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya;
2. Korban telah memaafkan tersangka;
3. Tersangka telah diberi sanksi sosial berupa membersihkan rumah ibadah (Mushalla) selama 2 bulan di tempat tinggal tersangka.
4. Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
5. Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya;
6. Keluarga Para Tersangka dan masyarakat sekitar siap menerima kembali dan mengarahkan agar menjadi pribadi yang lebih baik serta tidak mengulangi perbuatan yang sama di kemudian hari.

Pengajuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini akhirnya disetujui oleh Jampidum Kejaksaan Agung RI yang diwakili oleh Plt. Dir. C Nur Aisyah, S.H., M.Hum.

Penerapan RJ ini merupakan wujud dari pendekatan humanis dalam penegakan hukum yang bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan dalam masyarakat serta memberikan kesempatan bagi tersangka untuk memperbaiki diri tanpa harus menjalani hukuman penjara.

“Keberhasilan penerapan restorative justice dalam kasus ini menunjukkan peran penting dari pendekatan hukum yang lebih inklusif, yang tidak hanya berfokus pada penjatuhan hukuman, tetapi juga pada upaya memperbaiki hubungan antar individu dalam masyarakat,” pungkasnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *