BENGKALIS, Classnews .id – Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) Kabupaten Bengkalis melalui Komisi Ukhuwah Islamiah dan Pengembangan Masyarakat, menggelar
pelatihan peningkatan kapasitas dan profesionalisme Da’i, dengan tema ‘Membangun Dai Andal dan Profesional di Era Digital’.
Kegiatan tersebut berlangsung di aula Hotel Surya Bengkalis, dibuka oleh Ketua MUI Kabupaten Bengkalis, Buya Amrizal, dengan diikuti 55 peserta dari utusan MUI dari 11 Kecamatan se Kabupaten Bengkalis yang akan berlangsung selama dua hari, di hotel Surya Bengkalis, Jum’at (14/11/25) malam.
Hadir dalam kegiatan pembukaan tersebut, pihak dari Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Bengkalis, diantaranya dari Kesra Setda Bengkalis, TNI/Polri, Kemenag, Baznas, serta undangan lainnya.
Dalam kegiatan pelatihan ini, ada narasumber (Narsum) yang telah disiapkan oleh panitia pelaksana, yaitu Prof. Dr. H. M Rizal Akbar dari Pekanbaru dengan membawa materi pengembangan kompetensi keilmuan Dai dan literasi Dakwah digital.
Kemudian Narsum selanjutnya Rektor IAIN Bengkalis, Dr. H. Abu Anwar dengan membawa materi penguatan spiritual dan kepribadian Da’i. Dan yang terakhir Narsum Ketua MUI Kabupaten Bengkalis, Buya Amrizal dengan membawa materi ketrampilan komunikasi persuasif dan Public Speaking.
Menurut Ketua MUI Kabupaten Bengkalis, Buya Amrizal, bahwa pelatihan peningkatan kapasitas dan profesionalisme Da’i tersebut digelar, berangkat dari fenomena di lapangan, bahwa secara umum para Da’i kini sudah banyak bergerak di bidang Dakwah dalam bentuk ceramah dan khotbah.
Hanya saja persoalannya, sampai saat ini di Indonesia belum ada standarisasi Da’i. Berbeda dengan di negeri Jiran Malaysia, di sana bagi para pendakwah telah memiliki standarisasi Da’i, semacam fit and proper tes.
“Sehingga setelah mendapatkan rekomendasi tersebut, Meraka baru bisa melakukan dakwah di Masjid atau tempat-tempat lain, “terangnya.
Sedangkan di Indonesia hal itu tidak ada. Maka MUI bagian dari lembaga keagamaan merasa memiliki tanggungjawab moral untuk memberikan pembinaan terhadap para Da’i ini.
Kenapa kegiatan ini digelar ?, paling tidak sebagai bagian dari sekelumit ikhtiar untuk memberikan bekal dari sisi kompetensi keilmuan dan kompetensi teknis terhadap metode strategi dakwah.
Dan tak kalah pentingnya, menekankan kembali dalam membangun pribadi-pribadi Da’i yang baik, sehingga menjadi sosok teladan.
Diharapkan bagi yang ikuti pelatihan ini, pertama bisa menerapkan apa yang sudah didapatkan untuk pribadi sendiri. Kedua bisa berkongsi pengetahuan dan wawasan yang telah didapatkan dalam pelatihan kepada rekan-rekan di lapangan.
Paling tidak materi-materi yang disampaikan, bisa dibagikan kepada kawan-kawan di lapangan. Kesadaran ini harus dibangun. karena sejauh ini belum ada regulasi aturan terkait standarisasi Da’i.
“Fenomena akhir-akhir ini, orang pandai bicara sedikit sudah jadi ustadz, hafal ayat sedikit sudah jadi mubaligh. Padahal seorang Mubaligh itu ada standarisasi kriteria yang harus dimiliki. Sebab kalau dia sendiri sesat tidak masalah, cuman dikhawatirkan itu menyesatkan orang, akibat dari pemahaman yang keliru, “ungkap Buya.
Dijelaskan, meski kegiatan ini hanya setakat pembekalan dan pembinaan terhadap para Da’i, namun kedepan diharapkan dengan dinamika hari ini, ada sebuah regulasi terhadap Da’i, dan yang mengeluarkan sertifikasinya biarlah daru lembaga Islam yang ada, bisa dari MUI, NU, ataupun dari Muhammadiyah.
Sebab, jika dilihat dari kacamata keilmuan dasar saja, jika ada Da’i yang salah baca Alquran, tidak benar membaca Hadist, di Indonesia tidak ada yang bisa menindaknya, namun anggapan masyarakat yang penting enak didengar tetap diikuti.
“Sedangkan MUI sendiri hanya memiliki tanggungjawab moral saja untuk saling mengingatkan, dan tidak bisa lebih dari itu. Maka itulah kegiatan pelatihan ini kita gelar untuk bekal para Da’i kedepan agar dalam upaya membimbing umat tidak terjadi kekeliruan dalam menyampaikan ataupun dalam penerapan, “jelasnya lagi.







